Tuesday, March 29, 2016

Pemilihan Abang Mpok Depok (Bagian 2)

Setelah lolos audisi tahap 1 Pemilihan Abang Mpok Depok 2014, keesokan harinya (Minggu, 11 Mei 2014), saya dan 59 semifinalis lainnya menghadapi audisi tahap 2.

Audisi Tahap 2
Di audisi tahap ini, para calon Mpok diharuskan untuk mencepol atau mengikat rambutnya. Poni tidak boleh tergerai! Hal ini dimaksudkan agar para peserta perempuan terbiasa dengan tata rambut Mpok yang dicepol tinggi-tinggi tanpa poni. Dan tentunya tata rambut ini juga mempermudah juri menilai peserta mana saja yang cocok untuk menjadi finalis Mpok.

Semifinalis Mpok di Audisi Pemilihan Abang Mpok Depok 2014, Tahap 2
(Dok. IKAM)
Lebih lanjut mengenai juri, jika di audisi tahap 1 penjurian dilakukan oleh para senior Abang/Mpok yang tergabung di Ikatan Keluarga Abang Mpok Depok (IKAM), kali ini penjurian dilakukan oleh para juri profesional. Penjurian terbagi menjadi 5 pos, yaitu Pengetahuan Umum, Psikologi, Bahasa Asing, Pariwisata, dan Pemerintahan. 


Suasana Penjurian Audisi Pemilihan Abang Mpok Depok 2014, Tahap 2
(Dok. IKAM)

Setelah penjurian selesai, para semifinalis harus menunggu waktu pengumuman. Pengumuman baru dilakukan sekitar jam 9 malam. Pengumumannya sendiri dilakukan dengan menampilkan slide show berisi foto para peserta yang lolos menjadi finalis Abang dan Mpok Depok 2014. Saya terkejut, lega, dan sekaligus sangat senang ketika foto saya ditampilkan dan MC mengatakan "Mpok Mutia Aprilia Permata Kusumah!". Saya terpilih sebagai finalis Abang Mpok Depok 2014!!! 
Keceriaan Finalis dan Panitia Pemilihan Abang Mpok Depok 2014 Setelah Audisi Berakhir\
(Dok. IKAM)
-Mutia

Sunday, March 20, 2016

Pemilihan Abang Mpok Depok (Bagian 1)

Sampurasun!
Oleh karena masa pendaftaran Pemilihan Abang Mpok Depok 2016 sudah kian mendekat, di post ini saya akan berbagi cerita tentang pengalaman saya mengikuti Pemilihan Abang Mpok Depok 2014.

PosterAbangMpokDepok
Poster Pemilihan Abang Mpok Depok 2014
(Dok. IKAM)

Alasan Mengikuti Pemilihan

Ketika SD, saya selalu kagum ketika melihat para finalis Puteri Indonesia yang berdiri di atas panggung gemerlap. Mereka cantik, pintar, anggun, serta memakai gaun dan selempang yang indah. Belum lagi juaranya, ia berkesempatan dimahkotai dengan mahkota yang berkilauan. Layaknya anak-anak perempuan lain yang tergila-gila akan berbagai hal "berbau princess-princess-an", saya kemudian bercita-cita untuk menjadi Puteri Indonesia agar bisa mendapatkan selempang (dan mahkota kalau bisa, haha). 

Setelah dewasa, saya menyadari bahwa tinggi badan saya tidak memenuhi persyaratan tinggi minimal Puteri Indonesia (170 cm). Dengan kata lain, saya terlalu pendek :(
Akan tetapi, tekad saya untuk memiliki selempang belumlah padam. Selama masa perkuliahan S1, saya mencari informasi tentang pemilihan duta pariwisata atau semacamnya. Siapa tahu ada yang bisa saya ikuti dengan postur saya yang ehem... agak mungil ini. Saya sempat ingin mengikuti Mojang Jajaka Kabupaten Bandung, karena saya lahir dan besar di Bandung. Sayangnya, waktu pembekalan/karantinanya akan menyulitkan bagi saya yang saat itu berkuliah full-time di Depok. Saya pun mulai melupakan keinginan tersebut.

Hingga pada suatu malam di Margo City Depok, saya melihat beberapa Abang Mpok Depok yang sedang mengisi acara Earth Hour. Tahun tepatnya entah 2012 atau 2013, saya lupa. Perhatian saya tertuju pada Mpok yang berpenampilan sangat anggun. Memakai kebaya encim, selendang, dan ronce melati di rambut. Saat itu saya memutuskan, SAYA HARUS CARI TAHU TENTANG ABANG MPOK DEPOK!

Setelah saya tahu gambaran besar tentang Abang Mpok Depok, saya menjadi tertarik. Sangat tertarik bahkan. Saya berpikir, toh saya akan menempuh perkuliahan selama 4 tahun di Depok.
Kenapa saya tidak berkontribusi sesuatu pada kota ini?
Lagipula, saat itu saya sedang menjadi tim intervensi masyarakat di Pancoran Mas. Saya suka ketika harus berhadapan dengan warga Depok dan memiliki rasa "berguna" bagi orang lain. Saya pikir, menjadi seorang Mpok Depok tentunya akan membuka lebar-lebar kesempatan untuk melakukan hal-hal serupa. Saya harus mendaftar!

Sayangnya, pendaftaran di tahun itu sudah ditutup. Saya baru berkesempatan mendaftar di 1-2 tahun setelahnya, yaitu di tahun 2014, ketika saya menempuh semester 8 di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Saat itu saya sedang menunaikan kewajiban mahasiswa tingkat akhir, yaitu SKRIPSI :)

Proses Pemilihan Abang Mpok Depok

Setelah mendaftar dan menyerahkan berkas-berkas, berikutnya adalah technical meeting. Di technical meeting, peserta diukur tinggi dan berat badan. Saya agak was-was, apakah saya akan langsung digugurkan karena tinggi badan saya tidak memenuhi kriteria minimal Mpok Depok???

Ternyata tidak, hihi.

Di techmeet, panitia juga menjelaskan pakaian seperti apa yang harus dikenakan saat audisi (baju formal) dan barang-barang apa saja yang harus dibawa (hanya alat tulis sih). 

Audisi Abang Mpok dilakukan dalam 2 tahap.

Audisi Tahap 1
Audisi tahap 1 dilakukan di hari Sabtu, 10 Mei 2014. Saat itu saya belum memiliki peralatan make-up yang "serius". Saya datang ke audisi hanya dengan menggunakan BB cream, bedak tabur, eyeliner, serta lip tint. Saat itu saya bahkan belum punya lipstik! 

The Real No Make-up Look by Mutia, Peserta Audisi No. 8
(Dok. IKAM)
Suasana Audisi Pemilihan Abang Mpok Depok 2014, Tahap 1
(Dok. IKAM)


Peserta audisi saat itu sekitar 120an orang. Audisi dimulai dengan tes tertulis mengenai pengetahuan seputar Kota Depok. Setelah itu, peserta melewati penjurian Focus Group Discussion, unjuk bakat, serta pengetahuan mengenai pemerintahan, pariwisata, bahasa asing, dan pengetahuan umum. Sistemnya post-to-post.





Setelah proses penjurian seharian, akhirnya dipilih 60 orang semifinalis yang berhak mengikuti audisi tahap 2. Pengumumannya dilakukan dengan cara yang cukup unik, yaitu memajang foto 30 Semifinalis Abang dan 30 Semifinalis Mpok di atas 2 meja terpisah.

30 Semifinalis Abang Depok 2014
(Dok. IKAM)
30 Semifinalis Mpok Depok 2014
(Dok. IKAM)\ 
Alhamdulillah, SAYA TERPILIH!

Audisi tahap 1 selesai sekitar jam 9-10 malam. Para semifinalis dipersilakan pulang setelah melihat pengumuman. Akan tetapi, banyak di antara kami yang tidak langsung pulang. Para semifinalis segera sibuk mencari toko pakaian yang masih buka. Calon Abang mencari kemeja dan/atau dasi yang padanannya tepat, sementara calon Mpok mencari stoking warna kulit. Kedua hal tersebut kami lakukan karena panitia merasa padanan kemeja dan dasi para calon Abang saat itu banyak yang tidak matched dan kaki para calon Mpok kurang sedap dipandang :(

(to be continued)

-Mutia

Saturday, March 19, 2016

Finally!

Finally!
I've finished "adapting" all my posts from the previous blog, woohoow!

The adaptation was done for a certain purpose that I've written here.

Re-writing what I wrote when I was 16 is quite a struggle. It was my ababil/alay/galau-teenage-year after all. The first posts are the hardest, especially the ones about my feeling for a certain someone, which I labeled "the ex". I was so embarassed, even just to read them!
Why did I write them. WHY??? 
However, during the journey of the adaptation, I experienced a change of reaction. After adapting some, I began to accept that those posts were really my thoughts, that I chose to write in my youth teenage year. I could read each post calmly, without shouting random syllables or words again (e.g. Aw!; AAAAAA!!!, etc.). So, yeah, I think the process is kind of healing me.

After this, I'm determined to continue writing in this blog. I'll write either in Bahasa Indonesia or English, so please bare with the unconsistency, hihi. I actually wanted to practice my English here but I think there are some stories that will be best to be told in Bahasa Indonesia.
Hidup Bahasa Indonesia!

-Mutia

Adaptation of "Better that we break. ."

This post was originally written on June 18th, 2009.

We broke up.
The date is June 16th, 2009.
4 months and 3 weeks.
Until this time I haven't cried yet.
Until this time we're still friends (are we though?).
:)

It's not right, not okay.
Say the words that you say.
Maybe it's better off this way.
It's better that we break, baby.
(Maroon 5 - Better that We Break)

-Mutia

P.S. 'Bout a year later, we tried again but still... it's better of this way. First love is not always the last love, right? ;)

Adaptation of "Ditinggal itu. ."

This post was originally written on June 4th, 2009.

:(

-Mutia

P.S. I know, I know. Just... Okay? Just read another one, haha.

Adaptation of "Angkot di Bandung: Waah banyak sekali ya!"

*This post is written in Bahasa Indonesia for better expression. Originally written on May 26th, 2009.

Saya sudah 16 tahun hidup di Bandung.
Tapi saya sering nyasar.
Seringnya tuh banget banget. Biasanya sih gara-gara salah naik angkot (atau gara-gara emang bodoh aja dalam spasial?)

Pernah, waktu itu saya dari kantor majalah Jeune (di daerah sekitar BEC gitu, lupa nama jalannya apa), mau ke sekolah (Cihampelas).
Lalu apa yang terjadi saudara-saudara?
Saya akhirnya sampai, dengan selamat sentosa dan tidak bahagia ke...
CICAHEUM!

Waaaw! Ngaco juga yah!

Ada lagi.
Masih fresh ini, baru kejadian kemarin.

Saya dari Kalapa (atau Kelapa? tidak yakin sebenarnya nama aslinya yang mana), mau pulang ke rumah di Kopo. Logikanya sih, saya ga mungkin nyasar kan yah. Toh hampir tiap hari saya pulang dari sekolah ke rumah lewat jalan yang itu-itu juga. Udah gitu naik angkotnya juga gampang, sekali doang. Angkotnya tuh angkot Soreang yang warnanya ijo strip merah, kayak yang udah saya ceritain di sini.

Tapi entah apa yang merasuki saya kemarin, saya malah naik KALAPA-DAYEUH KOLOT!!!

Saya baru sadar salah naik angkot waktu saya nyampe di bagian-mana-nya-Jalan-Soekarno-Hatta yang biasanya ga pernah saya lewatin kalo pulang.
Jadi saya nyasar dong?
OH MY DOG!

Ternyata angkot yang saya naikin ini warnanya ijo strip kuning, bukan strip merah...
Ternyata angkot Soreang dan Dayeuh Kolot itu tempat ngetemnya deketan.
Ternyata sopir angkot Kelapa-Dayeuh Kolot BENER-BENER HARUS nempelin stiker jurusan angkotnya di jendela depan atau belakang!!!

Well, yang udah lalu biarkanlah berlalu...

Tapi yang satu ini belum berlalu.
Waktu nulis ini, saya lagi di jalan pulang ke rumah, padahal harusnya jam segini tuh saya di sekolah.
Here's the story.

Saya dandan cantik-cantik, berangkat sekolah subuh-subuh kayak biasa.
Sampai di Kalapa, saya buru-buru naik angkot warna biru tua, jurusan Kalapa-Sukajadi.

*Jadi memang ada dua angkot yang bisa dinaiki untuk ke SMAN 2 Bandung/Cihampelas/Cipaganti dari Kalapa. Kita bisa pakai angkot Kalapa-Ledeng (seperti yang saya ceritakan di sini) atau pakai angkot Kalapa-Sukajadi ini, lalu nyambung angkot lain yang lewat jalan Cipaganti. Agak rumit? Ya sudah, terimalah.

Kembali lagi ke saya yang saat itu udah di angkot Kalapa-Sukajadi...
Jam di hape saya menunjukkan jam 6.12 (18 menit lagi udah jam masuk sekolah). Angkot sudah melaju, saya deg-degan takut telat. Tapi rute angkot ini mulai aneh. Dia menyimpang! Harusnya kan saya nyampe di Cihampelas, tapi loh kok?
LOH???
Oke, saya mulai panik.
Ini angkot biru tua kan?! Ini angkot Kalapa-Sukaj...
Wait, ini sih KALAPA-BUAH BATU!!!


Angkot Kalapa-Buah Batu
(Sumber gambar: http://jadwalangkot.com/jadwal/hasilPencarianRuteAngkot/rute-angkot-BANDUNG-dari-BUAH%20BATU-KEBON%20KELAPA
Ooh... Pantesan...
...
...
...

YAMPOOOON!!!

Apa karena perut saya yang melilit ini saya jadi ga bisa ngebedain tulisan "Sukajadi" dan "Buah Batu"???
Apa kedua angkot itu warnanyaharus sama???
Apa Doraemon lebih bahagia dengan ga pake celana???
Aarrghh!!!

Saya nyasar, lagi dan lagi.
Ga mungkin ke sekolah kalau gini ceritanya. Bakalan telat banget banget dan pasti langsung disuruh pulang juga (peraturan sekolah kalau telat lebih dari 15 menit ya dipulangin). Lagian perut saya juga sakit gini.
Well, I think I should go home :/

Bandung, Bandung.
Banyak banget sih angkot di Bandung!

Sebagian Angkot di Bandung
(Sumber gambar: http://kalam.ukm.upi.edu/rute-angkot-kota-bandung/)
-Mutia

Adaptation of "When you say nothing at all. ."

*This post was originally written on May 23rd, 2009.

The smile on your face lets me know that you need me.
There's a truth in your eyes saying you'll never leave me.
The touch of your hands says you'll catch me, whenever I fall.
You say it best, when you say nothing at all.
(Ronan Keating - When You Say Nothing at All)

Today is the 4th monthiversaryyyyy!
But still, we didn't meet each other today.

Yesterday I already talked to him, at J.Co Ciwalk.
I poured him all my thoughts, all the things that I wanted to tell him about us.
The atmosphere was a bit strained, on top of that I cried too. Just a few drops.
But well, we tried to be more... relaxed (?) We laughed, we talked. We held hands (tee hee).

Anyway, that "meeting" produce these results:
1. He apologized about what happened yesterday.
2. He promised to always keep his phone in sight.
3. I apologized for making him feel uneasy with my previous talk.

At the end, our problem is solved quite well.

By the way, there is one thing that I just realized (about Barsena).
Every time I apologize or say thank you, he will always say:

"Huh? For what?"

"Oh, it's not a big deal."

The point is...
He always feels that every sweet thing he's ever done for me is just an ordinary thing. It's not something that I should thank for.
And he always feels that our problems were caused by him, so I didn't need to apologize.
And he REALLY MEANT it, not just sweet talk-ing me.

Nevertheless...
You say it best, when you say nothing at all.

-Mutia

P.S. When I first wrote it (in 2009, that is), I felt that the song relates to my post. But now, I myself can't see the relation. Maybe you can guess and tell me?